Dikabupaten Paser memiliki 4 sungai yang cukup besar dan panjang. Yaitu sungai Telake dengan panjang 430Km, sungai Kandilo ( 615Km), sungai Apar Besar (95Km), dan sungai Kerang (190Km). Kesemua sungai tersebut bermuara ke Selat Makasar. Dari jaman kerajaan, masyarakat Paser tinggal di pinggiran sungai. Semenjak dulu sungai dijadikan sumber kehidupan (menangkap ikan, air minum, MCK) dan sebagai jalur transportasi.
Saat ini sungai masih digunakan untuk jalur transportasi, memandikan ternak, kegiatan MCK, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan sungai. Tetapi air sungai saat ini tidak bisa lagi untuk dijadikan air minum. Itu diakibatkan karena pertambangan (batu bara, pasir, emas, nikel, batu), perkebunan sawit skala besar dan limbah industri sawit. Seperti kedua ibu ini, mereka tidak bisa mencuci baju ketika mesin penyedot pasir lagi dihidupkan. 100 Meter dari ibu-ibu ini mencuci ada penambang pasir, yang mengakibatkan air sungai menjadi sangat keruh. Ujar kedua ibu ini sambil terus mencuci. Ibu-ibu ini mencuci disungai karena sudah menjadi kebiasaan. Tetapi sungai ini akan dipenuhi banyak orang jika musim kemarau tiba, karena sumur maupun anakan sungai sekitar rumah kering.
Mayoritas masyarakat meenggunakan pompa yang ditaruh di sungai, anakan sungai, dan sumur. Pompa ini berfungsi untuk menyalurkan air kedalam bak penampungan yang ada dirumah dengan menggunakan selang. Anak sungai dengan lebar 2 Meter dan panjang lebih dari 2 Km ini akan kering jika kemarau lebih dari satu bulan. Sehingga ketika musim kemarau masyarakat pergi kesungai yang lebih besar untuk kegiatan MCK, kecuali mereka yang menggunakan PDAM. Tapi jangan membayangkan PDAM seperti dipulau jawa yang airnya bersih. Disini air PDAM cukup keruh dan saya pribadi tidak berani mengunakannya untuk air minum. Air yang digunakan untuk memasak khususnya digunakan untuk minum masyarakat disini harus membeli air isi ulang dengan harga empat ribu per satu galon Aqua (19liter).
Lowak nte penyembolum taka atau jika diartikan dalam bahasa indonesia yaitu, sungai sebagai sumber kehidupan kita. Bisa dibayangkan jika seluruh air sungai ditempat ini tercemar, berapa biaya yang dikeluarkan untuk membeli air bersih? Atau bahkan kehidupan disekitar sungai akan hilang? Supaya hal itu tidak terjadi, maka jaga, rawat dan pertahankanlah sungai disekitarmu, seperti kamu merawat hidupmu.
Daftar Blog Saya
Minggu, 24 Februari 2013
Kamis, 21 Februari 2013
Bengkawan yang Mulai Langka
Ibu-ibu ini bertempat tinggal di sekitar pelabuhan jangkar yang berada di kelurahan Kuaro. Kulihat ada 5 ibu-ibu, 2 nenek-nenek, dan beberapa anak kecil. Mereka sedang membuat atap dari daun nipah dan sekaligus menjaga anak. Atap daun nipah atau dalam bahasa suku Paser yaitu " sapo daun nipa" dan biasa disebut "bengkawan". Bengkawan dan atap dari kulit kayu sungkai sudah digunakan semenjak jaman kerajaan.
Saat ini pengrajin bengkawan sudah sangat jarang. Biasanya pengrajin baru membuat bengkawan jika ada pesanan dari pembeli. Karena jika diproduksi dalam jumlah banyak, bengkawan mudah lapuk jika tidak segera dipasang. Para pengrajin membuat bengkawan dengan ukuran panjang 150 Cm dan lebar 40 Cm. Satu buah bengkawan dijual dengan harga 2.500 rupiah. Bengkawan ini bisa bertahan 2 hingga 3 tahun lamanya tergantung tingkat kerapatan pada saat memasang. Menjadi pengrajin bengkawan merupakan pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan, ujar seorang ibu pengrajin bengkawan. Bahan yang digunakan untuk membuat bengkawan : Daun nipah yang sudah cukup tua, rotan, bambu, Pisau peraut rotan, dan Parang.
Orang memilih bengkawan karena ruangan akan berasa dingin jika disiang hari. Disini bengkawan lebih banyak digunakan untuk pondok dikebun sawit dan atap untuk kandang hewan. Saat ini lebih banyak orang yang menggunakan atap seng, dengan alasan tahan lebih lama dan pemasangan yang praktis. Tetapi jeleknya menggunakan seng yaitu, badan serasa dipanggang jika berada didalam rumah siang hari ketika cuaca panas. Saya jadi teringat ucapan seorang kawan, "semenjak adanya perkebunan sawit perekonomian masyarakat meningkat, dengan bukti sekarang atap rumah masyarakat hampir keseluruhan menggunakan atap seng". Padahal jika dilihat dari biayanya antara seng dengan bengkawan hampir sama. Menurutku bengkawan lebih mahal dibanding atap seng jika digunakan dalam kurun waktu 3 tahun lebih. Berarti masyarakat dulu lebih kaya karena semua yang dibutuhkan sudah tersedia oleh alam disekitar dan didalam hutan.
Saat ini pengrajin bengkawan sudah sangat jarang. Biasanya pengrajin baru membuat bengkawan jika ada pesanan dari pembeli. Karena jika diproduksi dalam jumlah banyak, bengkawan mudah lapuk jika tidak segera dipasang. Para pengrajin membuat bengkawan dengan ukuran panjang 150 Cm dan lebar 40 Cm. Satu buah bengkawan dijual dengan harga 2.500 rupiah. Bengkawan ini bisa bertahan 2 hingga 3 tahun lamanya tergantung tingkat kerapatan pada saat memasang. Menjadi pengrajin bengkawan merupakan pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan, ujar seorang ibu pengrajin bengkawan. Bahan yang digunakan untuk membuat bengkawan : Daun nipah yang sudah cukup tua, rotan, bambu, Pisau peraut rotan, dan Parang.
Orang memilih bengkawan karena ruangan akan berasa dingin jika disiang hari. Disini bengkawan lebih banyak digunakan untuk pondok dikebun sawit dan atap untuk kandang hewan. Saat ini lebih banyak orang yang menggunakan atap seng, dengan alasan tahan lebih lama dan pemasangan yang praktis. Tetapi jeleknya menggunakan seng yaitu, badan serasa dipanggang jika berada didalam rumah siang hari ketika cuaca panas. Saya jadi teringat ucapan seorang kawan, "semenjak adanya perkebunan sawit perekonomian masyarakat meningkat, dengan bukti sekarang atap rumah masyarakat hampir keseluruhan menggunakan atap seng". Padahal jika dilihat dari biayanya antara seng dengan bengkawan hampir sama. Menurutku bengkawan lebih mahal dibanding atap seng jika digunakan dalam kurun waktu 3 tahun lebih. Berarti masyarakat dulu lebih kaya karena semua yang dibutuhkan sudah tersedia oleh alam disekitar dan didalam hutan.
Senin, 18 Februari 2013
Jual Sawit ke Pabrik
Lagi seru-serunya nonton tv temanku tanya, "jadi ikut kepabrik gak?" kujawab jadi. Memang malamnya aku sudah bilang kalau mau ikut jalan-jalan ke pabrik. Ternyata pak Dirham pemilik mobil pick-up sudah datang. Temanku langsung memuat buah sawit kedalam mobil. Sedangkan saya menjemput anaknya pulang sekolah karena sudah jam 11 siang. Buah sawit sudah tersusun didalam mobil. Jam 12 kurang saya dan pak Dirham berangkat menuju pabrik yang berjarak 10 Km dari rumah.
20 menit perjalanan menuju pabrik karena jalan yang rusak dan mobil sedang dalam keadaan membawa buah. Sesampainya dipabrik pak Dirham langsung memarkirkan mobilnya dan mengambil nomer antrian. Jam 12 memang waktunya buruh pabrik istirahat sampai jam 13.30 nanti. Pak Dirham memang sengaja datang lebih awal supaya antrinya tidak lama. Sambil menunggu, kita berdua ikut kumpul dengan para supir lainnya ditempat yang lebih teduh. Pak Dirham tanya ketemannya, " Terakhir sebelum istirahat nomer antrian berapa?" Nomer 65 mobil pick-up jawab temannya. Pak Dirham tadi dapet nomer antrian 78. Berarti nanti bisa masuk setelah giliran truck. Pabrik mengatur antrian, 10 truck masuk abis itu baru 15 mobil pick-up setelah itu 10 truck lagi, dan begitu seterusnya.
Para supir pengantar buah sawit banyak bercerita pengalaman seputar menjual sawit. Mulai dari antri selama 20 hari dipabrik, adanya timbangan di pengepul besar yang gak beres, produksi buah yang lagi menrun, dan lain sebagainya. Cuaca yang panas memutuskan untuk pergi ke warung untuk minum. Warung berada diantara pabrik dengan tumpukan tankos, yang berjarak 20 meter dari tempat parkiran mobil. Bau aroma tumpukan limbah tankos dan asap pabrik sangat menyengat dihidung. Karena sudah haus saya pesan es teh dan pak Dirham memesan kopi hitam. Diwarung saya ngobrol-ngobrol tentang situasi dipabrik dengan pemilik warung dan 2 orang buruh bongkar.
Sudah jam 13.30, 2 orang buruh bongkar berpamitan untuk melanjutkan kerjanya. saya dan pak xx juga ikut meninggalkan warung dan kembali kedalam mobil. Aku beruntung tidak ikut kepabrik 2 minggu yang lalu karena saat itu antrian dipabrik lebih dari 3 hari. Tak berselang lama, jam 2 siang giliran mobil pick-up nomer urut 66-80 masuk. Mobil langsung ditimbang dengan muatan sawit yang nantinya menjadi berat kotor. Setelah ditimbang mobil masuk untuk diturunkan sawitnya. Lalu mobil keluar, sebelum keluar mobil ditimbang kembali dan menjadi berat besih. Berat sawit yang dijual dihitung dari berat kotor dikurangi berat bersih.
Pabrik membayar hasil jual sawit tiap satu bulan sekali. Tetapi jika petani ingin mendapatkan uang tunai sudah banyak para pembeli SPB (Surat Pengantar Buah) diluar pabrik. Para pembeli SPB biasanya mengambil untuk berkisaran 25-75 rupiah dari harga pabrik. Harga tunai di para pembeli SPB langganan temanku saat ini 975 rupiah per kg sawit. Panen saat ini temanku hanya mendapatkan 850 Kg sawit. Temanku harus mengeluarkan biaya 100 rupiah/kg untuk biaya transport kepada pak Dirham, 150 rupiah/kg untuk ongkos panen, dan 20rb untuk biaya bongkar dipabrik. Hasil panen ini digunakan sampai 3 minggu kedepan (panen berikutnya). Karena lahan sawit yang tidak luas temanku panen setiap 3 minggu sekali.
20 menit perjalanan menuju pabrik karena jalan yang rusak dan mobil sedang dalam keadaan membawa buah. Sesampainya dipabrik pak Dirham langsung memarkirkan mobilnya dan mengambil nomer antrian. Jam 12 memang waktunya buruh pabrik istirahat sampai jam 13.30 nanti. Pak Dirham memang sengaja datang lebih awal supaya antrinya tidak lama. Sambil menunggu, kita berdua ikut kumpul dengan para supir lainnya ditempat yang lebih teduh. Pak Dirham tanya ketemannya, " Terakhir sebelum istirahat nomer antrian berapa?" Nomer 65 mobil pick-up jawab temannya. Pak Dirham tadi dapet nomer antrian 78. Berarti nanti bisa masuk setelah giliran truck. Pabrik mengatur antrian, 10 truck masuk abis itu baru 15 mobil pick-up setelah itu 10 truck lagi, dan begitu seterusnya.
Para supir pengantar buah sawit banyak bercerita pengalaman seputar menjual sawit. Mulai dari antri selama 20 hari dipabrik, adanya timbangan di pengepul besar yang gak beres, produksi buah yang lagi menrun, dan lain sebagainya. Cuaca yang panas memutuskan untuk pergi ke warung untuk minum. Warung berada diantara pabrik dengan tumpukan tankos, yang berjarak 20 meter dari tempat parkiran mobil. Bau aroma tumpukan limbah tankos dan asap pabrik sangat menyengat dihidung. Karena sudah haus saya pesan es teh dan pak Dirham memesan kopi hitam. Diwarung saya ngobrol-ngobrol tentang situasi dipabrik dengan pemilik warung dan 2 orang buruh bongkar.
Sudah jam 13.30, 2 orang buruh bongkar berpamitan untuk melanjutkan kerjanya. saya dan pak xx juga ikut meninggalkan warung dan kembali kedalam mobil. Aku beruntung tidak ikut kepabrik 2 minggu yang lalu karena saat itu antrian dipabrik lebih dari 3 hari. Tak berselang lama, jam 2 siang giliran mobil pick-up nomer urut 66-80 masuk. Mobil langsung ditimbang dengan muatan sawit yang nantinya menjadi berat kotor. Setelah ditimbang mobil masuk untuk diturunkan sawitnya. Lalu mobil keluar, sebelum keluar mobil ditimbang kembali dan menjadi berat besih. Berat sawit yang dijual dihitung dari berat kotor dikurangi berat bersih.
Pabrik membayar hasil jual sawit tiap satu bulan sekali. Tetapi jika petani ingin mendapatkan uang tunai sudah banyak para pembeli SPB (Surat Pengantar Buah) diluar pabrik. Para pembeli SPB biasanya mengambil untuk berkisaran 25-75 rupiah dari harga pabrik. Harga tunai di para pembeli SPB langganan temanku saat ini 975 rupiah per kg sawit. Panen saat ini temanku hanya mendapatkan 850 Kg sawit. Temanku harus mengeluarkan biaya 100 rupiah/kg untuk biaya transport kepada pak Dirham, 150 rupiah/kg untuk ongkos panen, dan 20rb untuk biaya bongkar dipabrik. Hasil panen ini digunakan sampai 3 minggu kedepan (panen berikutnya). Karena lahan sawit yang tidak luas temanku panen setiap 3 minggu sekali.
Sabtu, 16 Februari 2013
TANKOS
Tandan kosong ( TANKOS) kelapa sawit merupakan limbah padat terbesar dalam industri dan perkebunan sawit. Jumlah TANKOS bisa mencapai 35% dari berat Tandan Buah Segar (TBS) sawit. Tandan kosong ini tidak boleh dibakar karena bisa menyebabkan pencemaran udara. Dan tidak boleh juga ditimbun seperti ini terlalu lama karena bisa menyebabkan menurunnya penyerapan air. Apalagi jika sampai membusuk ditempat penumpukan bisa mengundang kumbang yang berpotensi merusak pohon sawit yang berada disekitar tempat penumpukan.
Supaya tidak menyebabkan pencemaran, TANKOS bisa digunakan untuk dijadikan pupuk organik, bahan baku pembuatan matras, dan media pertumbuhan jamur. Aplikasikan TANKOS sebagai mulsa (lihat gambar). Untuk satu Hektar kebun sawit bisa menampung TANKOS sebanyak 113 Ton.
Salah satu munculnya aturan "Setiap pabrik sawit harus memiliki kebun sendiri minimal 20%" adalah untuk mengaplikasikan TANKOS ke perkebunan sawit. Kalau itu alasannya kenapa tidak mengaplikasikan TANKOS kekebun sawit milik masyarakat sekitar? Kenapa juga harus punya kebun inti? "Ach itu hanya akal-akalan pengusaha dan pemerintah saja untuk memonopoli tanah", ujarku.
Buruh Bongkar Sawit di Pabrik
Buruh bongkar bertugas menurunkan buah sawit dari mobil pick-up ataupun truck. Buruh bongkar tidak termasuk sebagai karyawan perusahaan. Buruh bongkar merupakan buruh serabutan yang ada di pabrik pengolahan sawit. Padahal jika dilihat buruh bongkar adalah tingkatan pertama dalam hal produksi. Jika tidak ada buruh bongkar tiap harinya, dipastikan kinerja dan hasil produksi pabrik akan menurun.
Masalah kesejahteraan, kesehatan, keselamatan kerja, dan upah buruh bongkar tidak ditanggung oleh pabrik. Untuk upah mereka ditanggung oleh petani/supir pengantar buah. Mobil pick-up dikenakan biaya bongkar sebesar Rp 20.000 - Rp 35.000 , untuk truck Rp 65.000 - Rp 85.000 , besarnya biaya tergantung banyaknya muatan.
Rata-rata buruh bongkar adalah pemuda yang berada disekitar pabrik. Ada beberapa buruh bongkar yang masih berstatus siswa SMA. Ketika pagi mereka bersekolah, dan pulang sekolah mereka langsung menuju pabrik untuk menjadi buruh bongkar. Jika buah lagi banyak satu orang buruh bongkar bisa mendapatkan uang hingga Rp 200.000 dalam sehari. Tetapi jika buah lagi sepi, mereka membawa pulang uang Rp 50.000. Dalam satu pabrik biasanya ada sekitar 15-30 Orang buruh bongkar.
Masalah kesejahteraan, kesehatan, keselamatan kerja, dan upah buruh bongkar tidak ditanggung oleh pabrik. Untuk upah mereka ditanggung oleh petani/supir pengantar buah. Mobil pick-up dikenakan biaya bongkar sebesar Rp 20.000 - Rp 35.000 , untuk truck Rp 65.000 - Rp 85.000 , besarnya biaya tergantung banyaknya muatan.
Rata-rata buruh bongkar adalah pemuda yang berada disekitar pabrik. Ada beberapa buruh bongkar yang masih berstatus siswa SMA. Ketika pagi mereka bersekolah, dan pulang sekolah mereka langsung menuju pabrik untuk menjadi buruh bongkar. Jika buah lagi banyak satu orang buruh bongkar bisa mendapatkan uang hingga Rp 200.000 dalam sehari. Tetapi jika buah lagi sepi, mereka membawa pulang uang Rp 50.000. Dalam satu pabrik biasanya ada sekitar 15-30 Orang buruh bongkar.
Kamis, 14 Februari 2013
Umbut Sawit
Umbut sawit berasal dari ujung titik tumbuh batang kelapa sawit bertekstur lunak yang akan
tumbuh menjadi pelepah dan daun kelapa sawit. Untuk mendapatkan satu batang umbut sawit, kita harus menebang satu pohon sawit. Pohon sawit yang ditebang biasanya berkelamin jantan, karena tidak bisa berbuah. Ada juga yg menebang pohon sawit karena lahannya ingin digunakan untuk membangun rumah. Dan kita bisa panen umbut sawit ketika masa replanting/peremajaan (dengan metode tebang lalu suntik).
Umbut sawit sangat digemari oleh para pecinta sayur, karena rasanya yang enak. Selain itu umbut sawit biasa dihidangkan ketika ada acara syukuran atau acara besar lainnya. Umbut sawit ini bisa kita hidangkan dengan cara ditumis, sayur bening, ataupun disayur santan. Jika anda tidak memiliki kebun sawit jangan khawatir, karena ada orang yang menjualnya dengan harga Rp 25.000 per batang. Penasaran ingin mencobanya?
Umbut sawit sangat digemari oleh para pecinta sayur, karena rasanya yang enak. Selain itu umbut sawit biasa dihidangkan ketika ada acara syukuran atau acara besar lainnya. Umbut sawit ini bisa kita hidangkan dengan cara ditumis, sayur bening, ataupun disayur santan. Jika anda tidak memiliki kebun sawit jangan khawatir, karena ada orang yang menjualnya dengan harga Rp 25.000 per batang. Penasaran ingin mencobanya?
Selasa, 12 Februari 2013
Perempuan di Dalam Kebun Rotan
Paradigma lama tentang perempuan hanya menjalankan tiga "ur", yaitu dapur, sumur, dan kasur. Perempuan hanyalah menjadi teman dikasur bagi suaminya. Perempuan bertugas didapur untuk memasak. Dan perempuan hanya bertugas mencuci di sumur. Untuk kedua perempuan ini tiga "ur" bukan hanya bisa dikerjakan oleh perempuan, melainkan lelakipun bisa mengerjakan tiga "ur". "Semenjak harga sawit turun yang membuat warung saya sepi, jadi mau tidak-mau harus membantu suami memanen rotan". Ujar salah satu perempuan keturunan jawa ini.
Kedua perempuan ini membantu suami untuk mengumpulkan hasil panen dan memotong rotan seukuran 4 Meter. Pekerjaannya tidak bisa dibilang mudah karena jalan yang turun-naik, dan rotan yang cukup berat untuk ditarik kelokasi pemotongan.
Ketika tidak sedang mengumpulkan rotan, kedua perempuan ini lebih senang mencari umbut rotan. Umbut rotan adalah rotan yang masih muda biasanya berada diujung rotan yang masih muda. Umbut rotan ataupun dalam bahasa Paser disebut umbut jua. Tetapi orang lebih senang menyebutnya umbut pait karena memang rasanya yang pa(h)it. Umbut pait ini sangat digemari untuk dibuat sayur karena rasnya yang pa(h)it sehingga menambah nafsu makan. Selain untuk dijadikan sayur untuk pribadi, ternyata umbut pait ini sangat laku untuk dijual. Umbut pait ini biasa dijual seharga Rp 10.000 per 6 batang umbut.
Ternyata untuk mencari satu batang umbut pait tidaklah mudah. Jangan takut duri jika ingin mencari umbut pait. Karena rotan yang masih muda dipenuhi duri yang sangat tajam jika terkena kulit. Walaupun kerja di kebun rotan sangat berat, tapi tak kulihat muka yang menunjukkan keletihan di mereka. "Memang ibu-ibu petani yang tangguh", ujarku.
Pemanen Rotan
Serin nama seorang pemuda Paser pemanen rotan. Menurut dia memanen rotan adalah pekerjaan sampingan jika tidak sedang memanen sawit. Ada 12 Hektar kebun sawit, kepunyaan Orang Tua dan saudara yang menjadi langganan panen sawit dia. Sudah sangat jarang sekali ada pemuda yang bisa memanen rotan. Karena pekerjaannya yang beresiko tinggi dan rumit.
Saat ini dia dan 4 rekannya sedang memanen kebun rotan Pak Basri seluas 4 Hektar. Baru 2 Hektar rotan yang berhasil mereka kerjakan, dan mendapatkan hasil 11 ton. Rotan mereka dijual ke tengkulak seharga Rp 1.600.000 per satu Ton rotan. Pembagian antara pemilik kebun rotan dengan pemanen rotan dalam 1 Ton rotan sebesar, Rp 1.100.000 untuk yang pemanen, dan Rp 500.000 untuk pemilik kebun rotan.
Memanen rotan tidaklah mudah. Pertama kita harus memanjat pohon untuk memotong rotan yang melekat pada dahan pohon. Setelah dipotong, rotan tersebut ditarik (sangat sulit ketika setelah hujan). Setelah ditarik kita mendapatkan rotan berukuran 20-60 Meter. Lalu rotan yang panjang tersebut dipotong-potong menjadi ukuran 4 Meter. Tahap terakhir rotan di ikat dengan berat 50-100 Kg/ikat, dan rotan siap dijual.
Senin, 11 Februari 2013
Kebun Rotan Terakhir
Rotan dijadikan sumber ekonomi masyarakat Paser dari jaman penjajahan belanda dulu. Rotan juga biasa dijadikan kerajinan untuk keperluan acara adat maupun kerajinan tangan untuk keperluan sehari-hari.
Tahun 1981 masuklah perusahaan Sawit milik negara yaitu PTPN VI yang sekarang berganti jadi PTPN XIII diKabupaten Paser. Selain itu program Transmigrasi juga hadir dikabupaten ini. Pembukaan kebun sawit perusahaan dan program transmigrasi menggusur sebagian besar kebun karet dan kebun rotan milik masyarakat asli Paser.
Salah satu desa yang menolak masuknya perusahaan perkebunan sawit dan program transmigrasi yaitu Desa Modang. Semenjak tanaman sawit menjadi tren dimasyarakat, masyarakat Desa Modangpun berlomba-lomba menanam sawit. Banyak kebun rotan milik masyarakat yang diganti menjadi kebun sawit karena tergiur nilai ekonominya dan cara memanennya yang lebih mudah.
Berbeda dengan masyarakat lainnya, Pak Basri masih mempertahankan kebun rotannya seluas 27 Hektar. Kebun rotan milik Pak Basri dikelilingi kebun sawit milik masyarakat. Untuk menuju kebun rotannya saja kita harus melewati kebun sawit terlebih dahulu. Kebun rotan milik Pak Basri adalah kebun rotan terakhir yang memang sengaja dipertahankan oleh beliau.
Jumat, 08 Februari 2013
Replanting Pola Satu Manajemen
Replaning atau peremajaan ataupun biasa disebut penanaman baru. Peremajaan kebun sawit biasa dilakukan setelah pohon sawit berusia 25 tahun. Pada usia diatas 25 tahun hasil panen menurun dan pohon sudah sangat tinggi sehingga sulit untuk dipanen.
PTPN (Persero) XIII yang berada di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur memiliki program untuk mengadakan replanting dikebun plasma. Program replanting yang dimiliki perusahaan milik negara ini menggunakan Pola Satu Manajemen atau biasa disebut Pola bagi hasil. Pola ini memiliki plafon kredit yang sangat besar yaitu 48juta/hektar pada tahun 2011. Pembagian Pola satu manajemen yaitu 30% untuk membayar kredit, 50% untuk biaya perawatan , dan 20% untuk petani. Berbeda dengan Pola Plasma terdahulu dengan pembagian 30% untuk bayar kredit, dan 70% untuk petani. Dengan Pola Satu Manajemen, perusahaanlah yang melakukan perawatan dengan mengambil 50% dari hasil panen. Sehingga walaupun biaya kredit sudah lunas dengan Pola Satu Manajemen ini petani tidak sepenuhnya mendapatkan 100% dari hasil panennya.
Karena kurangnya transparansi biaya, besarnya biaya plafon, dan pembagian yang tidak menguntungkan, banyak petani memilih untuk mereplanting kebunnya sendiri. Seperti contohnya di Kelurahan Kuaro dan desa Lolo Kecamatan Kuaro Kabupaten Paser para petani menolak mengikuti program replanting dengan Pola ini. Lain halnya dengan Desa Pait Jaya yang berada di Kecamatan LOng Ikis ada 384 Ha kebun petani mengikuti program ini. Dengan bujukan secara halus ( janji manis tentang Pola ini) sampai dengan bujukan yang kasar ( berupa intimidasi) dari Kepala Desa dan KUD, sehingga Pola ini bisa diterapkan di Desa Pait Jaya. Saat ini belum nampak gejolak dari masyarakat karena sawit mereka belum berbuah. Pengalaman petani yang ada di Kalimantan Barat, replanting dengan menggunakan Pola Satu Manajemen ini hanya mendapatkan hasil tiap bulannya sebesar Rp.141.000 per 2 Ha kebun sawit.
PTPN (Persero) XIII yang berada di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur memiliki program untuk mengadakan replanting dikebun plasma. Program replanting yang dimiliki perusahaan milik negara ini menggunakan Pola Satu Manajemen atau biasa disebut Pola bagi hasil. Pola ini memiliki plafon kredit yang sangat besar yaitu 48juta/hektar pada tahun 2011. Pembagian Pola satu manajemen yaitu 30% untuk membayar kredit, 50% untuk biaya perawatan , dan 20% untuk petani. Berbeda dengan Pola Plasma terdahulu dengan pembagian 30% untuk bayar kredit, dan 70% untuk petani. Dengan Pola Satu Manajemen, perusahaanlah yang melakukan perawatan dengan mengambil 50% dari hasil panen. Sehingga walaupun biaya kredit sudah lunas dengan Pola Satu Manajemen ini petani tidak sepenuhnya mendapatkan 100% dari hasil panennya.
Karena kurangnya transparansi biaya, besarnya biaya plafon, dan pembagian yang tidak menguntungkan, banyak petani memilih untuk mereplanting kebunnya sendiri. Seperti contohnya di Kelurahan Kuaro dan desa Lolo Kecamatan Kuaro Kabupaten Paser para petani menolak mengikuti program replanting dengan Pola ini. Lain halnya dengan Desa Pait Jaya yang berada di Kecamatan LOng Ikis ada 384 Ha kebun petani mengikuti program ini. Dengan bujukan secara halus ( janji manis tentang Pola ini) sampai dengan bujukan yang kasar ( berupa intimidasi) dari Kepala Desa dan KUD, sehingga Pola ini bisa diterapkan di Desa Pait Jaya. Saat ini belum nampak gejolak dari masyarakat karena sawit mereka belum berbuah. Pengalaman petani yang ada di Kalimantan Barat, replanting dengan menggunakan Pola Satu Manajemen ini hanya mendapatkan hasil tiap bulannya sebesar Rp.141.000 per 2 Ha kebun sawit.
Mengurangi Penggunaan Pestisida
Alang-alang atau tumbuhan liar selalu tumbuh di kebun sawit. Tumbuhan liar ini akan mengganggu pertumbuhan pohon sawit. Untuk mengurangi pertumbuhan alang-alang biasanya para pengusaha perkebunan menggunakan LCC ( legume cover crops ). LCC juga biasa disebut kacang-kacangan.
Kegunaan LCC :
- Menahan pukulan hujan
- Menahan laju air limpasan
- Menambah N
- Menambah BO (memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi tanah)
- Melindungi permukaan tanah dari erosi
- Mengurangi pencucian unsur hara
- Mempercepat pelapukan barang sisa LC/replanting
- Menekan pertumbuhan gulma
Beberapa dampak negatif penggunaan pestisida kimia berlebihan :
- Hama menjadi kebal (resisten)
- Peledakan hama baru (resurjensi).
- Pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia.
- Kecelakaan bagi pengguna.
- Keracunan dan kematian pada manusia
- Keracunan dan kematian pada ikan dan biota air lainnya.
Langganan:
Postingan (Atom)