Daftar Blog Saya

Jumat, 25 November 2011

GALIA TIDAK BISA SENDIRI


Galia terbuat dari pasukan - pasukan pertahanan terbaik dibidangnya bahkan hingga bangunan - bangunannya  memiliki keiistimewaan tersendiri seperti kapasitas crany terbesar hingga perangkap. Sebenarnya jika saja suku galia itu sabar dan terus konsisten dalam berjuang mereka bisa sedikit demi sedikit mencetak pasukan attack untuk membuat serangan balik kemusuh.Suku galia untuk tetap eksis mempertahankan desanya harus selalu akur dengan desa-desa sekitar wilayahnya untuk membuat aliansi yang sangat kuat supaya musuh-musuh yang akan menyerang takut.Tetapi sebaliknya jika suku galia ini tidak bisa menjalin hubungan baik dengan desa-desa sekitarnya mereka akan tidak mungkin untuk berkembang sehingga desa galia maupun desa-desa sekitarnya ketika mendapatkan serangan dari musuh jauh yang cukup kuat akan mudah dikalahkan karena SDA maupun pasukan sudah habis untuk perang antar desa tetangga.Walaupun desa galia memiliki pertahanan yang sangat kuat akan tetapi akan musnah ketika ada serangan dari luar yang bertubi-tubi membawa cata untuk menghancurkan sumber kehidupan masyarakat galia dan pusat kota,lambat laun pasukan akan mati dengan sendirinya dan desapun dikuasai oleh musuh.Mengapa harus menjaga hubungan baik dengan desa-desa tengga?karena merekalah yang terdekat untuk membantu mensuplai pasukan pertahanan mereka ketika desa ini diserang atu mensuplai SDA untuk membangun kembali desa ketika musuh habis menyerang.Pengalaman tentang galia kudapat dari permainan travian.
                Saya jadi ingat dengan desa muara tae yang berada dikecamatan jempang kabupaten Kutai barat.Disana mereka mirip sekali dengan desa suku galia yang memiliki pertahanan desa yang bagus.Akan tetapi hubungan dengan desa-desa tetangga tidak harmonis.Padahal desa muara tae dan desa-desa tetangga memiliki musuh yang sama yaitu perusahaan-perusahaan yang mencoba merampas tanah/hutan mereka.Karena tidak adanya keharmonisan antar desa dan tidak adanya  kerjasama untuk berjuang melawan permpasan tanah sangat tidak mungkin perusahaan tidak memanfaatkan konflik antar desa ini untuk menguasai tanah sumber penghidupan mereka.Beberapa pecan yang lalu saya sempat mendengar adanya keributan antara desa ponak dengan desa muara tae persoalan sengketa tanah.Jika ada sengketa seperti ini siapa yang di untungkan?ya jelas perusahaan, ketika masyarakat sedang sibuk masalah perkelahian antar desa alat-alat berat milik perusahaan dengan bebas meratakan hutan atau lahan milik masyarakat.
                Akan kah dengan mengadakan pemetaan masalah bisa selesai?Kita bukanlah perusahaan yang membuat peta konsesi lalu urusan sengketa masyarakat adalah urusan belakang, sebenarnya di perusahaan-perusahaan besar yang memiliki standar internasional hal ini menjadi salah satu menjadi oto-kritik bagi perusahaan untuk bagaimana perusahaan bisa menyelesaikan sengketa lahan dengan masyarakat terlebih dahulu karena pengalaman perusahaan besar adalah mengabaikan permaslahan masyarakat dan sangat berdampak untuk kemajuan perusahaan itu dikemudian hari. Perjuangan masalah tanah memang tidak instan untuk diselesaikan,ini butuh waktu yang cukup lama untuk bagaiimana menyadarkan masyarakat terhadap hakekat pentingnya tanah maupun hutan mereka untuk keberlanjutan hidup mereka dan keturunannya.
                Petinggi kampong ataupun biasa disebut kepala desa muara tae sangat baik terhadap kepedulian masyarakatnya sehingga ini sangat membantu peran kita untuk mengadakan perkumpulan-perkumpulan masyarakat desa muara tae maupun desa-desa sekitarnya untuk membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hutan untuk keberlanjutan hidup mereka dan keturunannya.Muara tae tidak bisa berjuang sendiri untuk menyelesaikan masalahnya,mereka harus membuat persatuan dengan desa-desa tetangga untuk melakukan gerakan perjuangan bersama melawan perampasan tanah.Galia tidak bisa terus bertahan dengan kekuatannya sendiri jika tidak mau desanya dikuasai oleh musuh.Karena masyarakat disana bukan hanya petani melainkan ada juga buruh yang upahnya tidak sesuai dengan keringat yang dikeluarkan, pemuda desa yang masih menganggur, dan ada dugaan-dugaan korupsi yang dilakukakan pemerintah daerah.Mari galang kekuatan melawan perampasan tanah, upah murah,lapangan pekerjaan yang minim dan pencurian uang rakyat.

Kamis, 24 November 2011

Berburu Energi di Kebun Sawit

Oleh : Didiek Hadjar Goenadi
Direktur Eksekutif Lembaga Riset Perkebunan Indonesia-Departemen Pertanian, dan
Ahli Peneliti Utama Tanah dan Pemupukan
Tekad pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla mencabut subsidi BBM
tahun lalu dengan segala konsekuensinya telah mulai diwujudkan dengan mencari
berbagai solusi tekno-sosio-ekonomi. Di antara berbagai solusi itu adalah
pengembangan bahan bakar alternatif berbahan baku nabati atau bahan bakar nabati
(biofuels).
Pemerintah serius menggarap program ini secara menyeluruh. Itu ditunjukkan oleh
terbitnya Peraturan Presiden No 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan
Instruksi Presiden No 1/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain pada 25 Januari 2006.
Namun, perjalanan masih jauh. Karena banyak integrasi dan konsolidasi programprogram
tersebut di tingkat operasional masih terkesan latah tanpa dilandasi analisis
kritis yang lebih masuk akal.
Tanaman minyak
Di akhir tahun lalu, penulis telah menyampaikan masalah tekno-ekonomi biodiesel
berbasis minyak sawit (BMS) dalam sebuah harian nasional. Namun, karena tidak
adanya skema kebijakan yang kondusif bagi investor untuk memulai usaha ini, dan
mereka harus bersaing dengan mata dagangan bersubsidi, belum banyak pihak yang
tergerak untuk mengembangkannya. Bagi Indonesia, areal tanaman kelapa sawit seluas
lebih dari lima juta hektar saat ini merupakan kekuatan yang luar biasa dalam menjamin
ketersediaan bahan baku BMS secara berkelanjutan. Dalam kerangka kebijakan
komoditi nasional, produksi BMS menjadi salah satu opsi pengendali harga minyak
sawit kasar (CPO) ketika pasokannya berlimpah dan harga tertekan.
Kalaupun harga BMS saat ini belum kompetitif, pasar dunia membutuhkan cukup
banyak pasokan dengan harga yang sangat menarik sekitar 370 dolar AS per metrik ton.
Dengan kata lain, industri BMS perlu dikembangkan dan untuk jangka pendek
memenuhi permintaan pasar ekspor. Keuntungan bersih yang bisa diperoleh dapat
mencapai 150 dolar AS per metrik ton. Sementara itu, Indonesia beberapa bulan ini
seperti terserang wabah demam jarak pagar (jatropha curcas L) karena adanya
keyakinan bahwa tanaman ini adalah salah satu gantungan sumber energi masa depan
rakyat Indonesia.
Sayangnya, program yang sudah secara gencar digerakkan oleh pemerintah ini kurang
didukung oleh perhitungan ekonomi dan pemahaman teknis budidaya yang memadai.
Terkesan program ini terburu-buru dipromosikan, padahal kesiapan kita dalam
menyiapkan bahan tanaman masih jauh, teknik budidaya yang aman belum dikuasai,
ukuran teknologi pengolahan tingkat petani masih asumsi teoritis, dan asumsi harga
pembelian biji jarak kering yang terlalu rendah (Rp 500 per kilogram).
Persoalan ini akan muncul ketika petani didorong untuk menanam dan menjual hasilnya
kepada pihak pengolah biji dan berharap taraf hidup mereka membaik. Namun,
persoalan tidak banyak terjadi jika mereka menanam untuk kebutuhannya sendiri, baik
untuk memenuhi kebutuhan minyak bakar pengganti minyak tanah atau solar bagi
nelayan.
Selain itu, satu aspek yang perlu diwaspadai dengan sangat hati-hati adalah sifat
beracunnya minyak jarak pagar. Oleh sebab itu, sangatlah bijak jika pemerintah
melarang penanaman jarak pagar di wilayah perkebunan kelapa sawit.
Limbah listrik
Dari kegiatan industri kelapa sawit akan dihasilkan berbagai jenis limbah padat maupun
cair. Karena volume panen yang cukup tinggi per tahun, maka volume limbah yang
dihasilkan juga luar biasa tingginya. Dengan keseragaman sifat-sifat dan
keberadaannya, maka peluang pengolahannya menjadi produk samping menjadi sangat
prospektif. Kompos, kertas, dan papan partikel merupakan produk samping potensial
yang umum dikenal. Sebaliknya, potensi pemanfaatannya untuk menghasilkan energi,
terutama listrik, belum banyak dipahami.
Beberapa penelitian telah berhasil mengungkap potensi nilai energi dari beberapa jenis
limbah padat organik kelapa sawit. Kecuali pelepah yang ditumpuk di lapangan dan
batang kelapa sawit yang tersedia setiap 20-25 tahun sekali, limbah-limbah tersebut
memiliki jumlah dan kesinambungan pasokan yang ajeg dan tempatnya tidak terpencar.
Secara nasional terdapat sekitar 205 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Indonesia di mana
sekitar 86 persen berada di luar Jawa. Produksi tandan buah segar (TBS) tahun 2004
diperkirakan mencapai 53,8 juta ton dan limbah padat organik berupa tandan kosong
kelapa sawit (TKKS) sebesar 12,4 juta. Oleh karena nilai energi panas (calorific value)
dari TKKS sebagai bahan bakar generator listrik dapat mencapai 18 796 kJ/kg, maka
energi yang dihasilkan dapat dikonversikan menjadi listrik dengan jumlah yang cukup
signifikan. Sebagai ilustrasi, sebuah PKS dengan kapasitas 200 ribu ton TBS per tahun
menghasilkan 44 ribu ton TKKS (kadar air 65 persen) yang mampu membangkitkan
energi ekuivalen dengan 2,3 MWe (megawatt-electric) pada tingkat efisiensi konversi
25 persen.
Potensi biogas yang dapat dihasilkan dari pengolahan limbah cair juga sangat
menjanjikan. Dari 600-700 kg limbah cair dapat diproduksi sekitar 20 meter kubik
biogas. Dengan mengacu pada data produksi tahun 2004, limbah cair yang dihasilkan
diperkirakan mencapai 37.633 juta ton. Volume yag luar biasa besarnya ini bisa
menghasilkan biogas mencapai 1075 juta meter kubuk. Jika nilai kalor biogas rata-rata
berkisar antara 4700-6000 kkal/m3 atau 20-24 MJ/m3, maka produksi biogas sebesar itu
setara dengan 516 ribu ton gas LPG, 559 juta liter solar, 665,5 juta liter minyak tanah,
atau 5052,5 MWh listrik. Ini tentu bukan nilai yang dapat hanya dipandang sebelah
mata. Apalagi jika asumsi tahun 2010 Pulau Jawa akan kehabisan listrik itu benar
adanya.
Potensi limbah cair sebagai penghasil listrik sudah dikembangkan di Malaysia. Sejak
tahun 2001 negara jiran ini melaksanakan program yang disebut dengan Small
Renewable Energy Programme (SREP). Salah satu energi terbarukan yang
dikembangkan dalam program ini adalah mengolah limbah cair PKS menjadi biogas.
Bumibiopower (Pantai Remis) Sdn Bhd adalah salah satu perusahaan di Malaysia yang
melaksanakan proyek produksi biogas tersebut. Biogas yang dihasilkan selanjutnya
dimanfaatkan untuk generator listrik dengan kapasitas 1-1,5 MW.
Teknologi sederhana
Alternatif lain yang dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah padat kelapa sawit
yang paling sederhana adalah menjadikannya briket arang. Caranya dengan pemadatan
melalui pembriketan, pengeringan, dan pengarangan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit
telah berhasil merancang bangun paket teknologi untuk produksi briket arang ini, baik
dari bahan TKKS maupun cangkang sawit. Karena sifat bahan yang berbeda, bahan
TKKS memerlukan tungku tipe vertikal, sedang untuk cangkang diperlukan tungku
horizontal guna menghasilkan arang bermutu tinggi (Nilai Kalor > 5000 kalori/gram).
Proses pembriketan dapat dilakukan dengan mesin pembriket tipe ulir dengan kapasitas
satu ton per hari. Mesin ini menghasilkan briket arang berbentuk silinder dengan
diameter 5 cm dan panjang 10-30 cm sesuai dengan ukuran briket arang komersial dari
serbuk gergaji. Keunggulan produk arang ini antara lain karena permukaannya halus
dan tidak meninggalkan warna hitam bila dipegang.
Kepanikan akibat kenaikan BBM di masyarakat tentu bukan sebuah hiburan sinetron
yang pantas kita saksikan. Dilema yang dihadapi pemerintah tentunya bisa dipahami
jika ukuran-ukuran solusi terhadap dampak bergandanya dapat diformulasikan secara
jelas dan akurat.
Tersedianya bahan baku yang melimpah-ruah (minyak sawit), prospek tanaman baru
penghasil minyak (minyak jarak), hasil karya tumpah-keringat para peneliti anak
bangsa, dan kebutuhan mendesak masyarakat terhadap kecukupan energi yang
berkelanjutan tentunya menjadi pertimbangan yang cukup bagi pemerintah dalam
memutuskan kemana bangsa ini akan menggantungkan kebutuhan energinya di masa
yang akan datang. Kinilah saatnya untuk memberikan lebih kepada rakyat, sebelum
rakyat memintanya kembali.
D i d i e k H a d j a r G o e n a d i
Penulis adalah Direktur Eksekutif LRPI
Dimuat pada harian surat kabar Republika, 25 Pebruari 2006.

PETANI SAWIT SEMAKIN TERPURUK

Sawit atau biasa disebut kelapa sawit dengan bahasa latinnya Elaeis guineensis berasal dari Afrika barat.Industri sawit Malaysia dan Indonesia bermula apabila empat anak benih dari afrika ditanam di tanam botani Bogor Indonesia pada tahun 1848.Benihnya dari Bogor ini kemudian ditanam ditepi-tepi jalan sebagai tanaman hiasan di Deli Sumatera pada tahun 1870-an dan di rantau panjang Kuala Selangor pada tahun 1911-1912.
            Pada tahun 1981-1982 perusahaan Negara yaitu PTP VI masuk di Kalimantan timur tepatnya dikabupaten Paser.Dari awal masuknya perusahaan didaerah ini sudah terlihat tidak pro kepada masyarakat asli yaitu suku paser.Banyak sekali tanaman obat-obatan,buah-buahan,kayu ulin,dan lain sebagainya yang digusur untuk membuka lahan sawit.Supaya masyarakat asli bisa mendapatkan tanah plasma mereka harus bekerja keras layaknya kerja rodi.Sekitar tahun 1984 para transmigran yang berasal dari luar pulau Kalimantan datang untuk mengadu nasib di tanah Kalimantan ini.Sungguh malang nasib petani yang mendapatkan tanah plasma pertama mereka sekitar 2 tahun masa panen perdananya tidak bisa dinikmati karena belum tersedianya pabrik.Pada tahun 1997-1998 gejolak petani sawit dan masyarakat asli timbul karena himpitan ekonomi,ada sekitar 10 desa di konsolidasikan untuk menuntut hak mereka dan perjuangan mereka berhasil.
            Karena semakin besarnya permintaan pasar dunia untuk kebutuhan sawit sehingga muncullah LSM untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sawit di Indonesia.Tetapi dengan adanya LSM bukan berarti petani bisa hidup sejahtera karena bukan merekalah yang akan merubah nasib petani sawit melainkan petani itu sendiri yang merubahnya.
            Banyak sekali kendala-kendala yang dihadapi oleh petani sawit di daerah ini.Ada yang lahan sawitnya digusur oleh perusahaan tambang, harga TBS yang rendah, pupuk yang mahal dan langka, sortasi buah yang tinggi, bibit illegal, replanting pola PSM, dan masih banyak lagi yang menjadi persoalan petani sawit.Kalau saya boleh menyimpulkan permaslahan itu semua muncul karena adanya monopoli tanah oleh perusahaan.Seperti contoh harga TBS,bagaimana harga TBS akan tinggi ketika pabrik-pabrik mempunyai kebun intinya sendiri yang dimana hasil dari kebun inti tersebut sudah mencukupi kapasitas pabrik sehingga TBS milik petani dinomer duakan.Contoh lainnya pupuk langka,gimana pupuk gak langka kalau ketersediaan pupuk sudah dihabiskan untuk memenuhi kebun-kebun perusahaan.
            Ketika saya melihat draft replanting yang diusulkan oleh SPKS Paser saya sangat sedih sekali,ketika pada tahun 2007 hargaTBS berkisaran 1317 rupiah per  KG dengan pengeluaran petani pada saat itu untuk transportasi senilai 65 rupiah per KG dan timbang muat senilai 12 rupiah per KG, sedangkan bulan oktober 2011 dengan harga TBS 1275 rupiah per KG dengan biaya pengeluaran untuk transportasi senilai 150 rupiah per KG dan timbang muat senilai 12 rupiah per KG.Dilihat perbandingan antara tahun 2007 dengan akhir tahun 2011 kita bisa melihat apakah petani sawit semakin sejahtera atau malah sebaliknya.
            Sudah lebih dari 25 tahun banyak petani sawit didaerah ini hidup berkecukupan atau bahkan kekurangan yang seharusnya dengan waktu 25 tahun petani bisa mandiri dan sejahtera.Saatnya Serikat Petani sebagai wadah perjuangan dapat memperjuangkan permaslahan-permasalahan yang dihadapi petani,kalau tidak dimulai dari sekarang kapan petani akan hidup tenang tanpa ada permasalahan yang dihadapi tiap harinya.Sudah cukup kita dibodohi oleh kebijakan pemerintah dan perusahaan,saatnya kita bangkit melawan penindasan.

Selasa, 31 Mei 2011

INI KEBUN SIAPA?



Hari itu rabu tepatnya tanggal 5 januari 2011 adalah hari ke-5 keberadaan saya, suami dan kedua anak saya berlibur dirumah kedua orang tua saya di desa sawit jayakec long ikis yang berjarak +- 30 Km dari desa rangan kecamatan kuaro dimana saya,suami dan anak” tinggal.Karena hari itu adalah hari terakhir libur sekolah anak saya, maka kami berniat pulang kembali ke desa rangan.Saya sedang mengemasi barang-barang untuk dibawa pulang kembali, tiba-tiba bapak mendekati saya sambil menyodorkan selembar kertas.”hari ini ada undangan rapat dikantor desa, soal replanting, bapak nda’ bisa hadir soalnya jadwal panen, kalau bisa coba kamu hadir, ini undangannya”, kata  beliau.Reflek tangan saya berhenti mengemasi barang-barang, saya ambil kertas itu dan saya baca.Disitu tertulis “Undangan untuk Penandatanganan Surat Penolakan Replanting” saya terkesiap...kok bahasa undangannya begitu iya?!?batin saya.”iya pak,nanti saya coba hadir dulu, baru pulang (kerangan)” jawab saya kemudian.
            Kurang lebih jam 08.30 saya dan suami berangkat menuju kantor desa dengan menggunakan sepeda motor,undangan rapat jam 09.00 pagi.Sampai dikantor desa ternyata masih sepi hanya ada satu dua orang petani yang hadir ditempat itu.Waktu terus berjalan dan peserta rapatpun terus berdatangan, jam 09.00 pagi telah terlewati, namun rapat belum juga dimulai, peserta mulai kasak-kusk dan membentuk kelompok-kelompok.+- jam 11.00 siang, tiba-tiba sebuah mobil mewah (Ranger) masuk kehalaman kantor desa, mobil tersebut berhenti diikuti dengan keluarnya para penumpang (kalau tidak salah ada 2 orang).Sontak kasak-kusuk tadi hening, kemudian rapat dimulai.
            Saat itu rapat dihadiri oleh: Bp.Barianto manager tabara plasma PTP XIII sang pengemudi mobil mewah tadi, kemudian ada Bp.Diarjo ketua PPL untuk desa sawit jaya, Bp Tukul Badan Penyuluhan (HK), Bapak Satir ketua KUD desa sawit jaya, Bp aliyadi Sekretaris KUD, Bp jainudin kepala desa sawit jaya, Bp Ruba’i salah seorang kadus didesa tersebut dan selebihnya adalah petani yang berjumlah +- 20 orang.Seperti rapat pada umumnya, rapat dibuka oleh pembawa acara (Aliyadi) kemudian dilanjutkan dengan pembacaan susunan acara, lalu masuk ke acara sambutan, sambutan yang pertama dibawakan oleh kepala desa, saat kepala desa membacakan sambutannya suasana menjadi tegang.Sambutan yang dibawakan kepala desa bukan sambutan biasa tetapi lebih kepada hardikan, cercaan dan tekanan-tekan kepada petani.”Saya sudah capek dengan urusan ini (replanting), rapat ini adalah rapat yang ke-32 kali....kenapa sih kok bapak-bapak dan ibu-ibu tidak mau ikut program ini?apa bapak-bapak dan ibu-ibu sudah sugih semua?”kata kepala desa dengan nada tinggi.Ini program pemerintah, kalau bapak-bapak dan ibu-ibu tidak mau ikut berarti bapak-bapak dan ibu-ibu melawan pemerintah....oleh karena itu untuk segala urusan (akses pelayanan dan administrasi) didesa akan dipersulit, jalan dari dan menuju kebun bapak-bapak dan ibu-ibu akan kami tutup (portal)...Begitu juga hasil kebun bapak-bapak dan ibu-ibu jangan harap diterima oleh PTP...”lanjut kepala desa dengan suara keras.
            Saya lihat para peserta rapat yang duduk didepan saya hanya diam sambil menundukkan kepala, kebetulan saat itu saya duduk di bangku paling belakang dekat pintu keluar.Selesai kepala desa memberikan sambutan dilanjutkan dengan sambutan dari ketua KUD dan manager tabara plasma.Walau dengan nada yang lebih rendah dan mimik yang lebih ramah tetapi isi sambuannya tidak terlalu jauh berbeda dengan sambutan kepala desa, memojokkan dan mengintimidasi petani yang tidak ikut PTP.Dalam sambutan itu juga manager tabara plasma mengatakan bahwa mereka (PTP) sebenarnya tidak berkeinginan mereplanting kebun petani, buat PTP mereplanting kebun petani tidak ada untungnya sama sekali, malah rugi secara finansial, jadi mereka (PTP) mereplanting kebun petani hanya karena beban moral dan merasa kasihan kepada petani, merka hanya menjalankan program pemerintah.Dia juga menjelaskan bahwa kalau mengikuti program PTP (Pola Manajeman Satu Atap) sangat banyak keuntungannya buat petani, jadi tidak ada dasar alasan petani untuk menolak karena hidup petani akan enak...Dalam penjelasan jelas terlihat pembodohan terhadap petani, dia hanya menjelaskan keuntungan-keuntungan bila ikut replanting saja tanpa menjelaskan apa kerugian/resikonya bila mengikuti program tersebut, dia sama sekali tidak menjelaskan berapa jumlah kredit(beserta bunganya) yang harus ditanggung petani dan apa saja komponen-komponen dari kredit yang harus dibayar petani tersebut.Dia hanya menyebukan kredit yang ditanggung petani berkisar antara 76 juta per kapling (2 Ha) belum termasuk bunga.Disini saya melihat informasi-informasi yang diberikan itu baik dari pihak desa, KUD dan PTP sengaja dibuat putus/mengambang agar kesannya program tersebut adalah program yang “cantik” sehingga banyak petani yang tidak mengerti pola PSM itu seperti apa, yang mereka tau mereka duduk manis dirumah kemudian pada akhir bulan akan menerima gaji/uang dari hasil kebun mereka.
            Mata hari terus meninggi satu-persatu acara yang tercantum dalam  susunan acara yang tercantum dalam susunan acara yang telah dibacakan tadi dilewati, dan sampailah pada acara kesimpulan dan tanya jawab, kepala desa kembali melontarkan kecaman dan ancaman kepada petani peserta yang dianggap “menghambat pembangunan”, ancaman dan kecaman tersebut bukan saja dari kepala desa tetapi juga sekretaris KUD (aliyadi), dia mengatakan pihak KUD akan mendesak pihak desa untuk membuat peraturan desa (perdes) yang isinya mewajibkan petani yang tidak mau ikut program replanting PTP untuk membayar biaya jalan 2 kali lipat dari biaya yang akan dibebankan kepada petani peserta replanting karena petani yang menolak tersebut adalah petani yang mampu(kaya)/yang sok kaya dan tidak memiliki rasa senasib sepenanggungan dengan kawan-kawan yang ikut replanting.”Saya saja yang kaplingnya terletak di jalan utama ikut program ini karena saya memiliki rasa kebersamaan, padahalkan kapling saya paling depan jadi tidak masalah dengan persoalan jalan”katanya.
            Waktu sudah menunjukkan jam 03.00 siang, rapat belum ada tanda-tanda usai, kepala desa dan sekretaris KUD terus menceramahi petani peserta rapat, bahkan mereka memaksa petani untuk menandatangani surat pernyataan yang mereka (pihak desa, KUD, PTP) buat, yang isinya seolah-olah dibuat petani yang menolak ikut program replanting tersebut, petani tidak diberi kesempatan untuk mempelajari isi pernyataan tersebut terlebih dahulu, padahal isi dari surat pernyataan tersebut jelas-jelas merugikan petani.Saat itu ada beberapa petani (termasuk saya) yang menolak menandatangani surat pernyataan tersebut dengan berbagai alasan diantaranya ingin dipelajari lebih dulu dan ingin bermusyawarah dengan keluarga.Rasa lapar (saat itu kami hanya diberi satu gelas air mineral satu orang), lelah dan marah membuat saya,suami dan seorang ibu (sri budiwahyuni) yang kebetulan duduk disamping saya diam-diam pergi meninggalkan rapat.kepala desa berang, dia menghardik kami dan mengatakan kami tidak sopan, tetapi kami tetap melangkah pergi tanpa menhiraukan hardikan tersebut.
            Selang beberapa hari kemudian pihak desa (anggota LINMAS) kembali mendatangi bapak dan memaksa bapak untuk menandatangani surat pernyataan tersebut, tetapi bapak tetap tidak mau tanda tangan.Kini, empat bulan telah berlalu setelah rapat tersebut, proses replanting didesa sawit jaya terus berjalan, akan tetapi banyak keluh kesah dari petani peserta program pemerintah tersebut.Keluh kesah mengenai hilangnya sumber penghasilan, lambatnya penangan (proses penanaman kembali) kebun mereka, minimnya upah kerja, dan banyak lagi keluh-kesah lainnya yang tidak terekspos keluar.Yang lebih mencengangkan ternyata kebun (kapling) milik Aliyadi sang sekretaris KUD yang ketika rapat tanggal 5 januari 2011 dengan lantang berkata dia ikut atas nama kebersamaan dan turut serta mengintimidasi petani yang menolak ikut program replanting.....ada apa ya?!?
            Dan satu hal yang masih selalu menjadi pertanyaan petani....KEBUN (sawit) INI MILIK SIAPA?Kalau milik petani mengapa ketika petani ingin mengelolanya sendiri tidak boleh dan malah dikatakan “menghambat pembangunan”.Kalau milik PTP/pemerintah...lah mengapa sertifikatnya atas nama petani.
by yurni

MENUJU PETANI MANDIRI, BANYAK RINTANGANNYA



Mungkinkah petani bisa mandiri?itu yang ada di benakku saat itu.Tahun 1983 masuklah PTP VI di sawit jaya yang memberikan janji-janji manis pada penduduk asli dayak paser pada saat itu untuk memberikan tanah peninggalan nenek moyang mereka secara Cuma-Cuma untuk konversi kelapa sawit dan bukan hanya itu masyarakat mereka pun dipekerjakan untuk membuka lahan dengan janji bahwa mereka akan di beri lahan transmigran dan kehidupan yang sejahtera untuk masyarakat asli.Dengan pengalaman kami yang dari pembukaan lahan sampai akan melakukan  peremajaan selama pengalaman sekitar 25 tahun itu seharusnya kami sudah bisa mandiri dan tidak perlu mengikuti plasma lagi ataupun Pola Satu Manajemen ini, dan kamipun sudah bosan merasa di bohongi terus oleh pihak PTP.Tetapi dengan berjalannya peremajaan yang dilakukan oleh pihak PTPN banyak sekali pelanggaran yang terjadi.contoh seperti  pengalaman ibu sri pujianti yang meminjam uang sebesar RP.4.000.000 ( empat juta rupiah) kepada pihak KUD dengan jaminan sertifikat tanah, dan ketika pinjaman itu sudah lunas dibayar oleh ibu sri pujianti kepada pihak KUD,menurut pihak KUD sertifikat itu sudah diambil oleh kepala desa, Mengetahui hal tersebut kemudian ibu Sri dan Suaminya meminta  sertifikat miliknya kepada kades Desa Sawit Jaya, tetapi ibu Sri dan Suaminya malah dibentak oleh Kades, dan kades mengatakan bahwa surat pelimpahan hak milik yang pernah dibuatnya sudah tidak berlaku. Dan sertifikat miliknya tersebut telah diserahkan kepada PTPN XIII untuk didaftarkan sebagai peserta revitalisasi perkebunan.Berbeda dengan pengalaman ibu sri budi wahyuni,beliau menolak ikut peremajaan yang diselenggarakan oleh pihak PTPN, tetapi beliau dapat ancaman oleh kadesnya bahwa jika tidak ikut program replanting beliau tidak mendapatkan pupuk,tidak dapat menjual TBS ke PTPN,tidak boleh melewati jalan yang dibuat oleh PTPN (padahal selama beliau mengikuti Plasma beliau sudah membayar pembuatan jalan itu), dan yang paling membuat khawatir beliau jika tidak mau mengikuti program tersebut beliau diancam oleh kades, desa ini akan dijadikan SAMPIT KE 2 (karena beliau masyarakat transmigran), padahal jika mereka melakukan replanting sendiri anggaran yang mereka keluarkan sampai buah itu produksi jauh lebih sedikit dibanding mereka mengikuti program replanting,dan kami mampu untuk melakukan replanting itu sendiri, dengan pengalaman 25 tahun sudah cukup memberi pelajaran masalah sawit untuk menjadikan kami petani mandiri,ucapnya ketika saya tanyakan.Ketika saya menuju lokasi pada tanggal 17 maret 2011 saya melihat banyak pohon sawit mereka yang sudah disuntik mati,sehingga banyak masyarakat yang tidak bisa mendapatkan penghasilan untuk sehari-hari, jadi bertambah sudah kemiskinan di negeri ini.Sekarang saya mengerti sebenarnya petani bisa mandiri jika saja pemerintah serius menangani kasus-kasus yang ada di petani.Petani bisa mandiri jika mereka bisa menyatukan diri dalam organisasi yang kuat, Petani bersatu pasti akan menang melawan ketidak adilan di tanah kami.

negara biang dari kemiskinan

                   Negara Biang dari Kemiskinan

                                                       
Sudah lebih daripada 25 tahun tumbuhan sawit ini tumbuh diatas tanah petani, berarti sudah waktunya nih tumbuhan diganti dengan sawit yang baru, dan petani mempunyai caranya sendiri yaitu menanam tumbuhan baru itu di sela-sela tumbuhan yang sudah tinggi ini, sehingga petani masih memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sampai tanaman yang baru ditanam itu berumur sekitar 2,5-3 tahun yang berarti tanaman baru itu sudah berbuah walaupun masih sedikit (buah pasir),ketika tanaman yang baru itu sudah berbuah barulah tanaman yang sudah tua itu disuntik mati.Tetapi Negara melalui PTPN menciptakan kemiskinan dan pengangguran dengan cara menyuntik mati sebelum tanaman baru itu ditanam, sudah sekitar 4 bulan lahan ini tidak ditanam dengan tumbuhan sawit yang baru, berarti petani yang biasa bekerja memanen buah akan menganggur dan petani selama 4 bulan terakhir ini tidak memiliki penghasilan ditambah selama 2,5-3 tahun petani tidak bisa mendapatkan penghasilan dari kebunnya dan yang lebih parah petani selama 25 tahun ( 1 siklus )  tidak bisa mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya karena mereka harus menanggung beban kredit yang petani tidak mengetahui transparasi dana dari PTPN.Sekarang petani yang sawitnya sudah disuntik mati jika ingin kebunnya cepat di tanam, petani harus membersihkan lahannya dengan biaya yang diberikan oleh PTPN dari kredit petani sebesar 200000 rupiah per kapling (2 Ha) padahal standar nya pekerjaan tersebut dikenai biaya/upah sebesar 1000000 rupiah per kapling (2 Ha), ini bisa disimpulkan PTPN mematikan tanaman tersebut lebih dulu supaya mendapatkan tenaga kerja murah, karena petani terpaksa menerima pekerjaan itu dengan upah yang sangat minim supaya kebunnya cepat ditanam, padahal jika dilihat dari plafon kredit yang sebesar sekitar 75 juta per kapling (2Ha) upah segitu sangat tidak masuk akal.
      Marilah menyatukan diri dalam suatu wadah organisasi untuk bersama-sama belajar supaya tidak dibodohi  terus oleh Negara melalui antek-anteknya yang memiliki modal dan mari bersama-sama berjuang untuk megambil hak kita yang di rampas oleh mereka.